
KARAKTER GURU PENJASORKES DAN EFEKTIVITAS PENDIDIKAN DI SEKOLAH
GURU PENJASORKES YANG BERKARAKTER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA
Oleh: Paiman, S.Pd., M.Or.
SMP Negeri 5 Wates, Kulon Progo
Abstrak
Karakter adalah sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Pengertian karakter memiliki makna yang identik dengan istilah akhlak dalam agama Islam. Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Guru Penjasorkes yang berkarakter mulia adalah guru yang memiliki performa jasmani, rohani, dan kinerja profesional yang baik. Performa jasmani antara lain penampilan pisik menunjukkan pribadi yang membudayakan perilaku hidup sehat dengan aktif berolahraga, tata rambut dan busana yang bersih dan rapi sesuai dengan situasi dan kondisi, serta penampilan bersahaja. Performa rohani adalah guru Penjasorkes harus memiliki ciri-ciri, sebagai berikut: taqwa kepada Tuhan dan cinta terhadap ciptaannya, tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, jujur, amanah, dan arif, hormat dan santun, dermawan, suka menolong, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, memiliki kepemimpinan dan keadilan, baik budi dan rendah hati, serta toleransi, suka kedamaian dan kesatuan. Sedang kinerja profesional adalah sebagai berikut: memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individu, memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, adanya kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, adanya kesadaran profesional yang tinggi, memiliki kode etik, memiliki sistem sanksi profesi, adanya militansi individual, dan memiliki organisasi profesi.
Guru Pernjasorkes yang memiliki karakter mulia memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter siswa. Keteladanan lebih efektif dalam pembentukan karakter siswa dibanding dengan nasehat. Verba movent exempla trahunt (kata-kata itu menggerakkan orang, namun teladan memikat hati). Satu keteladanan lebih efektif dari pada seribu nasehat.
Kata Kunci: Karakter, Guru Penjasorkes, dan Siswa.
PENDAHULUAN
Sekolah merupakan lembaga yang memiliki fungsi ganda yakni tempat proses pengajaran dan tempat proses pendidikan berlansung. Sekolah sebagai tempat proses pengajaran memiliki makna bahwa di sekolah terjadi proses penularan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skill) dari guru kepada siswa. Sedang tempat proses pendidikan adalah tempat di mana nilai, norma, etika tentang baik buruk dikenalkan, dilatihkan, dan dibiasakan agar siswa menjadi pribadi yang mulia.
Efektivitas proses pengajaran dan pendidikan bagi siswa peran guru Penjasorkes sangatlah strategis karena guru merupakan orang yang terdekat dengan siswa ketika proses pengajaran dan pendidikan berlangsung. Kedekatan hubungan guru siswa memungkinkan guru lebih memahami karakteristik, minat, kemampuan, bakat, dan kebiasaan para siswanya. Dengan memahami hal-hal tersebut guru dapat memilih bahan, alat, metode, pendekatan, serta model bimbingan agar hasil belajar dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam hal proses pendidikan guru merupakan figure yang secara langsung dapat dilihat, diamati, dan dihubungi oleh siswa. Guru Penjasorkes yang berkarakter mulia dapat menjadi contoh teladan bagi siswanya, bahkan dapat menjadi idola yang senantiasa ingin ditiru segala perangai dan sepak terjangnya oleh siswa.
Ada peribahasa yang berbunyi satu keteladanan lebih efektif dari seribu kata-kata. Peribahasa lain berbunyi guru kencing berdiri murid kencing berlari. Dua peribahasa di atas memberikan gambaran yang sangat jelas betapa sepak terjang dan tingkah laku guru sangat berpengaruh terhadap tingkah laku siswa. Keteladanan dari seorang guru akan dicontoh ataupun ditiru oleh siswanya dalam proses pembentukan kepribadian. Guru yang dapat menjadi teladan akan senantiasa diingat oleh siswanya hingga bertahun-tahun setelah lulus. Demikian juga contoh buruk dari guru akan diingat oleh siswanya dan selalu menjadi bahan perbincangan di antara mereka ketika saling bertemu.
Guru Penjasorkes yang dapat menjadi teladan bagi siswanya adalah yang memiliki integritas pribadi, sosial, dan spiritual secara mantab. Integritas pribadi adalah kemampuan diri yang berkaitan dengan profesionalitas kerja sebagai seorang pendidik, di antaranya adalah: kemampuan intelegtual, keterampilan, daya kreasi dan inovasi, dedikasi tinggi, serta performa. Integritas sosial adalah kepekaan terhadap orang lain terutama pada siswanya, misalnya: empati, kasih sayang, menghargai pendapat dan perbedaan, rela menolong, jauh dari sikap kejam/bengis, dan sebagainya. Integritas spiritual adalah kedalaman iman yang diiplementasikan ke dalam amaliah nyata yang dilakukan secara ikhlas.
Mengutip pernyataan Phillips dalam Soenarto (2009: 54) bahwa untuk dapat menciptakan perdamaian dunia, kesejahteraan dan kedamaian hidup bernegara, perlu diawali dengan penanaman iman dan taqwa, pembentukan nilai dan sikap individu dalam keluarga, dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Inilah inti permasalahan agar pelaksanaan pendidikan mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi mampu membudayakan nilai, sikap, moral, etika, serta kemampuan dan dapat membentuk pribadi yang pandai dan bermoral. Untuk terbentuknya keadaan seperti tersebut di atas peran guru sangatlah penting.
Dalam usaha mencapai hasil pendidikan yang baik yakni kuat pisik, cerdas akal, cerdas hati, dan cerdas iman peran guru sangat utama. Namun ironisnya tidak semua guru penjasorkes memiliki karakter mulia yang dapat menjadi teladan dan sumber inspirasi bagi siswanya. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain: profesi guru dipilih karena keterpaksaan, lingkungan sosial budaya tidak relevan dengan profesi pendidik, keterbatasan ekonomi, keterbatasan dalam mengakses informasi yang berubah sangat cepat, kurangnya penghayatan terhadap profesi yang disandangnya, dan sebagainya. Inilah tantangan yang besar dalam dunia pendidikan kita yang secara bertahap harus segera diatasi agar carut marut pelaksanaan pendidikan khususnya pendidikan karakter bagi generasi muda agar mendapat jalan pemecahannya.
PEMBAHASAN
- Pengertian Karakter
Menurut Doni Koesoema A. (2007: 80) dinyatakan bahwa karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakter atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Dari pendapat di atas tampak jelas bahwa karakter adalah sifat khas yang dimiliki seseorang. Sifat khas yang dimiliki seseorang tersebut terbentuk sebagai hasil dari proses interaksi diri dengan lingkungan, baik lingkungan pisik maupun lingkungan sosial budaya. Lingkungan pisik misalnya letak geografis yang sulit akan dapat membentuk sifat khas seseorang, yakni: gigih, sabar, pantang menyerah, tidak mudah mengeluh, dan tabah dalam menghadapi kesulitan. Sifat-sifat seperti ini sangat diperlukan dalam diri atlet karena di dunia olahraga penuh dengan suasana kompetisi yang membutuhkan sifat-sifat seperti tersebut di atas.
Lingkungan sosial budaya tempat di mana guru penjasorkes hidup memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter. Misalnya guru Penjasorkes hidup lingkungan masyarakat yang memiliki kesadaran beragama tinggi, tentu saja kultur yang demikian akan berpengaruh positif terhadap tingkat keimanan, dan ketaqwaan guru tersebut. Guru Penjasorkes yang hidup di masyarakat yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi tentu akan berpengaruh terhadap integritas sosial guru tersebut.
Karakter sebagai sifat khas seseorang dapat disebabkan faktor keturunan. Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut jiwa penyabar yang dimiliki oleh seorang guru dapat dipengaruhi oleh watak dari orang tuanya yang juga berjiwa penyabar. Sebaliknya karakter bertemperamen tinggi juga dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh seseorang yang tidak dimiliki oleh orang lain biasa disebut bakat (talent).
Faktor lingkungan dan keturunan ini saling kait mengkait serta saling mempengaruhi di dalam pembentukan karakter guru penjasorkes. Agar guru Penjasorkes memiliki karakter yang baik maka antara kedua faktor tersebut harus mendapat perhatian yang serius. Diyakini bahwa pada dasarnya semua orang yang dilahirkan di dunia ini memiliki karakter yang baik, namun dalam perjalanan hidupnya jika berinteraksi dengan lingkungan yang baik maka karakter baik tersebut akan tetap menjadi baik, sebaliknya jika berinteraksi dengan lingkungan yang buruk maka yang semula baik akan berubah menjadi buruk. Oleh karena itulah guru penjasorkes harus senantiasa berinteraksi dengan lingkungan yang baik agar tetap menjadi baik. Hal ini sesuai dengan hadist Rosullullah yang artinya ”Sesungguhnya anak itu dilahirkan dalam keadaan suci, yang menjadikan anak itu berubah menjadi...adalah orang tuanya.” (H.R Bukhori, Muslim). Demikian juga teori belajar konvergensi dalam Ki Sutikno (2009: 73) dinyatakan bahwa anak yang lahir sudah membawa tulisan yang samar-samar, ada yang baik ada yang buruk. Tugas pendidik adalah membuat jelas tulisan baik yang masih samar-samar dan menghapus yang buruk.
Pengertian karakter memiliki makna yang identik dengan istilah akhlak dalam agama Islam. Menurut Ahmad Amin dalam Hamdani Bakran (2008: 615) dinyatakan tentang makna akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Mengacu dari pengertian akhlak tersebut di atas maka guru Penjasorkes yang berkarakter mulia adalah yang dapat bertindak dengan mempertimbangkan baik buruk, berbuat selalu beorientasi kepada tujuan yang baik, dan memahami dengan benar arah dan maksud dari setiap perbuatan yang dilakukan.
Guru yang berkarakter adalah yang memiliki jati diri, tidak mudah terpengaruh dengan perubahan/dinamika sosial yang tidak baik. Guru yang seperti ini juga memiliki komitmen kuat menjaga keyakinannya yang dianggap baik dan benar walaupun godaan dan halangan selalu mengancam di depan mata. Pola pikir, tingkah laku, dan sikapnya selalu diarahkan kepada tujuan yang benar dan bermanfaat. Adanya satunya kata dengan perbuatan dan dilakukan secara konsisten. Perbuatan baik yang dilakukan didasari dengan rasa penuh keikhlasan tanpa tendensi negatif yang lain.
Menurut Poerwadarminta (1982: 445) dinyatakan tentang pengertian karakter adalah: tabiat; watak; akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dalam pengertian karakter ini disamakan dengan watak. Istilah watak ada sebagian orang mengartikan sifat dasar yang tidak dapat berubah lagi. Namun apabila dipahami dari perspektif agama Islam tidak ada sifat dasar yang tidak dapat diubah. Sifat tersebut dapat berubah apabila berieraksi dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan hadist Rosullulah yang artinya: ’ Ada empat golongan akan mendapat perlindugan dari Allah di saat tidak ada perlindungan kecuali dari Allah di antaranya adalah seseorang yang berkasih sayang karena Allah dan berpisah juga karena Allah (H.R. Bukhori Muslim). Hadist lain: ” Seseorang berada dalam tutunan temannya, maka hendaklah salah seorang dari kamu melihat siapa yang menjadi temannya”. (H.R. At-Tirmidzi). Dari hadist tersebut memberikan isyarat bahwa karakter atau watak seseorang dapat dipengaruhi oleh orang lain yang merupakan teman bergaulnya. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh terhadap pembetukan watak seseorang, sebaliknya teman bergaul yang buruk akan juga akan dapat berpengaruh terhadap pembentukan watak seseorang.
- Profil Guru Penjasorkes yang Berkarakter
Guru Penjasorkes adalah seorang figur yang senantiasa diamati oleh siswa bahkan dapat menjadi teladan yang dapat menginspirasi siswanya dalam berbuat sesuatu. Agar dapat menjadi pribadi teladan guru Penjasorkes harus memiliki karakter yang mulia. Seorang guru yang berkarakter mulia dapat menebarkan benih kemuliaan kepada ratusan bahkan ribuan siswa yang pernah menuntut ilmu kepada guru Penjasorkes tersebut.
Guru penjasorkes yang memiliki karakter mulia antara lain memiliki ciri-ciri, sebagai berikut: (1) taqwa kepada Tuhan dan cinta terhadap ciptaannya, (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, (3) jujur, amanah, dan arif, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka menolong, dan kerja sama, (6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, (7) memiliki kepemimpinan dan keadilan, (8) baik budi dan rendah hati, serta (9) toleransi, suka kedamaian dan kesatuan. Profesi sebagai guru memiliki makna yang sangat dalam, yakni dalam bahasa jawa istilah guru diberi makna bisa digugu lan ditiru. Istilah digugu lan ditiru memiliki pengertian bahwa seorang guru harus dapat menjadi teladan dan dapat ditiru segala kebaikannya. Guru Penjasorkes untuk dapat menjadi teladan harus dapat menjaga performa jasmani maupun rohani. Performa jasmani antara lain penampilan pisiknya menunjukkan pribadi yang membudayakan perilaku hidup sehat dengan aktif berolahraga, bertata rambut, berbusana yang bersih dan rapi sesuai dengan situasi dan kondisi serta penampilan bersahaja. Sedang performa rohani adalah guru Penjasorkes harus dapat mencerminkan ciri-ciri seperti yang telah disebutkan di atas.
Ciri lain guru Penjasorkes yang berkarakter dalam perannya sebagai tenaga kerja adalah harus profesional di bidang tugasnya. Pekerjaan profesional adalah pekerjaan yang menuntut keahlian khusus yang tidak mudah dilakukan oleh sembarang orang kecuali orang yang ahli di bidang tersebut. Menurut Suyanto (2006: 28) ciri orang yang layak dikatakan sebagai profesional di bidangnya adalah sebagai berikut: memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individu, memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, adanya kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, adanya kesadaran profesional yang tinggi, memiliki kode etik, memiliki sistem sanksi profesi, adanya militansi individual, dan memiliki organisasi profesi.
- Pengaruh Guru Penjasorkes yang Berkarakter Terhadap Keberhasilan Pendidikan Karakter Bagi Siswa
Dalam hadist Rosulluloh dinyatakan yang artinya: “Tidak ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya daripada akhlak yang baik”.(H.R. At-Tirmidzi). Guru merupakan pengganti orang tua ketika siswa sedang bersekolah, dengan demikian peran guru identik dengan tugas orang tua. Berdasarkan hadist di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang baik yang ditanamkan kepada siswa merupakan pemberian terbaik seorang guru kepada siswanya. Dengan akhlak yang baik siswa dapat membedakan baik buruk, boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, serta tahu hak dan kewajiban.
Menurut A. N. Ulwan. (1981: 2) dinyatakan bahwa ada beberapa metode yang efektif untuk mempengaruhi, membentuk, dan mempersiapkan siswa secara mental, moral, saintikal, spiritual, sosial sehingga dapat mencapai kematangan yang sempurna, antara lain: (1) pendidikan dengan keteladanan, (2) pendidikan dengan adat kebiasaan, (3) Pendidikan dengan nasehat, (4) pendidikan dengan memberi perhatian, dan (5) pendidikan dengan memberi hukuman. Kalau dicermati dari kelima metode di atas maka metode keteladanan menempati urutan pertama sedang metode hukuman menempati urutan terakhir. Hal ini berarti bahwa apabila guru penjasorkes menghendaki siswanya berakhlak mulia atau berkarakter baik maka harus dimulai dari diri guru Penjasorkes tersebut untuk dapat dijadikan teladan bagi siswanya. Sedang metode hukuman menempati urutan terakhir memberikan isyarat bahwa hukuman adalah langkah terakhir yang ditepuh apabila segala metode telah diterapkan tetapi tujuan belum berhasil. Metode hukuman ini diterapkan dalam rangka untuk menjaga kewibawaan pendidik dan menegakkan peraturan.
Keteladanan dinyakini lebih efektif dari pada pengajaran. Satu keteladanan lebih efektif dari pada seribu nasehat. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Doni Koesoema (2009: 146) mengutip pepatah latin verba movent exempla trahunt (kata-kata itu menggerakkan orang, namun teladan memikat hati). Keteladanan itu harus dilakukan oleh orang dewasa yang berperan dalam membimbing siswa, di antaranya adalah: guru penjasorkes, orang tua, dan pelatih. Dengan keteladanan ini siswa dapat melihat secara nyata karakter mulia yang praktikkan oleh orang dewasa yang menjadi idolanya untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Era globalisasi memungkinkan siswa dapat mengakses berbagai macam sumber informasi menggunakan media yang serba canggih. Hal yang demikian menjadikan suatu informasi yang dahulu merupakan barang tabu untuk diperbincangkan atau dilihat secara vulgar namun kini dianggap hal yang wajar. Masyarakat mulai terkena penyakit sosial yaitu ”cuekisme” artinya semakin tidak mempedulikan apa yang terjadi di lingkunganya. Bahkan masyarakat cenderung terlalu permisif menerima hal-hal yang tidak baik, misalnya dahulu hamil sebelum nikah merupakan hal yang sangat tabu, kini masyarakat cenderung lebih mentolelir. Dari waktu ke waktu remaja hamil sebelum nikah jumlahnya semakin banyak bahkan kadang-kadang melibatkan tokoh masyarakat dan itu dianggap hal yang biasa.
Di dalam Islam Nabi Muhammad S.A.W. kesuksesannya dalam menyebarkan agama Islam bukan karena pandai menasehati tetapi Beliau pandai dalam memberikan keteladanan kepada kaum muslimin. Hal ini sesuai yang disampaikan dalam Al Qur’an ”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik.” (Al Ahzab: 21), dan ”Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad Saw) melainkan untuk rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’: 107). ”Sesungguhnya aku telah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Ahmad dari Abu Hurairah Ra.). Hal seperti yang telah disebutkan di atas menjelaskan kepada kita bahwa keteladanan itu mudah dilihat, dipahami, dan ditiru dibanding dengan pengajaran.
Menurut Linda Darling (2006: 19) dinyatakan bahwa siswa yang memperoleh suatu keberhasilan dari bimbingan guru yang memiliki efektivitas tinggi memiliki signifikansi dengan tingkat pencapaian hasil belajar lebih tinggi dibanding jika dibimbing oleh beberapa guru yang tidak efektif, pengaruh baik dan buruk seorang guru akan berdampak pada kegiatan belajar siswa, tidak hanya pada tahun-tahun proses pembelajaran tersebut berlangsung tetapi juga pada tahun-tahun selanjutnya. Dari pendapat di atas dapat dimengerti bahwa satu guru yang baik akan lebih memiliki makna dibanding dengan banyak guru tetapi tidak baik.
Penelitian Eko Putro W. yang berjudul analisis pengaruh kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa di SMP Muhammadiyah Purworejo dihasilkan sebagai berikut; berdasarkan hasil analisis deskriptif, secara umum kinerja guru IPS SMP Muhammadiyah Purworejo dalam kategori baik, motivasi siswa belajar IPS dalam kategori tinggi, siswa yang bermotivasi sangat tinggi biasanya berasal dari kelas yang gurunya mempunyai kinerja sangat baik. (www. upwr.ac.id diambil pada 24 Maret 2011). Penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh positif kinerja guru dengan motivasi belajar siswa. Hal tersebut berarti bahwa semakin baik kinerja seorang guru akan dapat menyebabkan semakin tinggi tingkat belajar siswa.
SIMPULAN
Karakter adalah sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Pengertian karakter memiliki makna yang identik dengan istilah akhlak dalam agama Islam. Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Guru Penjasorkes yang berkarakter mulia adalah guru yang memiliki performa jasmani rohani, dan kinerja profesional yang baik. Performa jasmani antara lain penampilan pisiknya menunjukkan pribadi yang membudayakan perilaku hidup sehat dengan aktif berolahraga, tata rambut, berbusana yang bersih dan rapi sesuai dengan situasi dan kondisi, serta penampilan bersahaja. Performa rohani adalah guru Penjasorkes harus memiliki ciri-ciri, sebagai berikut: taqwa kepada Tuhan dan cinta terhadap ciptaannya, tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, jujur, amanah, dan arif, hormat dan santun, dermawan, suka menolong, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, memiliki kepemimpinan dan keadilan, baik budi dan rendah hati, serta toleransi, suka kedamaian dan kesatuan. Sedang kinerja profesional adalah sebagai berikut: memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individu, memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, adanya kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, adanya kesadaran profesional yang tinggi, memiliki kode etik, memiliki sistem sanksi profesi, adanya militansi individual, dan memiliki organisasi profesi.
Guru Pernjasorkes yang memiliki karakter mulia memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter siswa. Keteladanan lebih efektif dalam pembentukan karakter siswa dibanding dengan nasehat. Verba movent exempla trahunt (kata-kata itu menggerakkan orang, namun teladan memikat hati). Satu keteladanan lebih efektif dari pada seribu nasehat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nashih Ulwan. (1993). Pendoman Pendidikan Anak Dalam Islam. (Terjemahan: Saifullah Kamalie & Hery Noer Ali). Semarang: CV Asy Syifa’.
Darling-Hammond, Linda. (2006). Powerful Teacher Education. San Francisco: Jossey-Bass.
Doni Koesoema. (2009). Pendidikan Karakter di Jaman Keblinger. Jakarta: PT Grasindo.
Eko Putro Widoyoko. (2010). Analisis Pengaruh Kinerja Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa. Diambil 24 Maret 2011 dari www.upwr.ac.id.
Poerwadarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Soenarto. (2009). Kearifan Sang Profesor Membumikan Pendidikan Kejuruan. Yogyakarta: UNY Press.
Suyanto. (2006). Dinamika Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah.
=========================================================================
BIODATA PENULIS
NAMA : H. PAIMAN, S.Pd., M.Or.
NIP : 196904221994021001
UNIT KERJA : SMP Negeri 5 Wates, Kulonprogo, DIY.
PANGKAT/GOL : Pembina Utama Muda/IVc
ALAMAT : Triharja, Wates, Kulonprogo.
TUGAS : Mengajar Mata Pelajaran Penjasorkes.
ALAMAT RUMAH : Kragon I, Palihan, Temon, Kulonprogo.
NO HP : 081228033911.
Riwayat Pendidikan : Lulus Sekolah Pendidikan Guru tahun 1988 di SPGN Magetan, jawa Timur, lulus S1 Pendidikan Olahraga FPOK
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
BUDAYA BEROLAHRAGA DAN PENCEGAHAN PENYAKIT KATASTROPIK
BUDAYA BEROLAHRAGA DAN PENCEGAHAN PENYAKIT KATASTROPIK Oleh: Paiman SMP NEGERI 5 WATES Abstrak Kesejahteraan masyarakat Indonesia telah mengalami kemajuan yang memuaskan. P
MEWASPADAI PENYAKIT DIABETES MELITUS BAGI REMAJA
MEWASPADAI PENYAKIT DIABETES MELITUS BAGI REMAJA Oleh: Paiman, M.Or. SMP NEGERI 5 WATES Abstraks Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang hingga tahun 2030 mengalami bonu